Percayalah,
“Allah memasukkan seseorang ke hidupmu dengan tujuan
yang baik dan mengeluarkannya dari hidupmu dengan tujuan yang lebih baik”
Meskipun terasa sangat getir,
pahit, sakit dan tak rela. Meskipun berulang kali jatuh bangun antara melupakan
dan terus mengenang, meskipun beribu kecewa datang, meskipun air mata dan
sesaknya belum hilang, meskipun dengan cara yang begitu tak menyenangkan.
Tapi aku percaya, semua yang
terjadi adalah hal terbaik yang telah terencana indah untukku. Sebuah
penyelamatan yang akan berakhir pada cerita indah nan membahagiakan. Pada
saatnya, suatu hari nanti.
Jangan tanya apakah ini menyesakkan
atau tidak. Ini luka luar biasa sakit yang pernah ku rasa. Tak perlu
dibayangkan lagi, seseorang yang selama ini sudah ku anggap menjadi bagian dari
hidupku, teman hati yang ku kira hatinya adalah bagian dari hatiku juga,
ternyata sampai hati berkhianat dengan segala macam alasan tanpa peduli aku
tersakiti.
Kembali kecewa. Itulah yang
terjadi, setelah sekian lama berusaha lupa akan sakit terdahulu, setelah sekian
lama meyakinkan diri akan perubahannya menjadi lebih baik, setelah sekian lama tak
percaya dan akhirnya yakin dan mampu percaya bahwa dia telah berubah, tapi apa
buah dari kepercayaan ku? Penghianatan yang tak pernah ku bayangkan. Ini
menyakitkan, sungguh !
“Sampai hati ya?” Itulah pertanyaan
yang selalu ku lontarkan dalam hati.
Ketika penjelasan tak ada gunanya
lagi, untuk apa berharap mendapat penjelasan? Sedang ku tau tak pernah ada
kejujuran dari apa yang ia jelaskan. Jika pun benar, yang ku dapati adalah pengakuan
khianatnya. Lantas apa yang masih ku harapkan tentang cinta sejati bersamanya
yang jelas tak mungkin terjadi?
Kemudian diam, tatapan kosong dan
tak tau harus bagaimana lagi. Hanya itu yang sanggup ku lakukan. Rasa sayang
yang terlajur tumbuh ini semakin menyiksa diri. Apa setega itu?
Semua punya pilihan. Bahagia adalah
pilihannya. Bahagia bersama orang yang bisa membahagiakannya. Aku bisa mengerti
itu. Tapi kau tau? aku hanya tak habis fikir dengan pengakuan ‘tidak’ yang dia
lontarkan. Tentang ‘tidak’ bersama yang
lain, ‘tidak’ ada penggantiku, ‘tidak’ menghianatiku, ‘tidak’ membuatku
bersedih, ‘tidak’, ‘tidak’, dan segala pengakuan ‘tidak’ atas semua yang ku
yakini ‘iya’. Aku masih tak habis fikir, bagaimana mungkin dia tetap ingin
disini sementara dia berjuang untuk orang lain disana, bagaimana mungkin dia
berusaha menyakinkanku disini sedang dia juga mendekati orang lain disana,
bagaimana mungkin dia mempertahankan posisinya disini sementara dia mencari
tempat di hati orang lain disana. Aku masih tak habis fikir kemana hatinya
sampai begitu mati untuk sekedar paham bahwa itu sangat menyakitiku, dan
mungkin juga menyakiti wanita barunya disana jika dia tau.
Ini bukan posisi menyenangkan. Aku
marah pada dia dan dirinya, aku protes akan alur cerita yang menjadikan aku
sebagai tokoh yang tersakiti. Yaa, tentu saja. Tapi akhirnya aku percaya, tak
pernah ada yang kebetulan dari apa yang terjadi, semua menyimpan hikmah agar
kita belajar darinya. Kemudian aku sadar, menyimpan amarah itu tidak elagan!
apa untungnya jika aku tetap bertahan dalam amarahku apalagi membenci alur
cerita ini? semuanya tidak bisa berubah. Amarahku tidak akan bisa mengembalikan
keadaan seperti tak ada masalah, amarahku tidak bisa menghapus rasa kecewa.
Amarahku tidak bisa membuat aku percaya lagi. Mendendam hanya akan membuat
hatiku semakin sakit. Nah, kalau hatiku tambah sakit itu malah membuatku
menderita. Toh mereka tidak akan peduli dengan sakit atau menderitanya hatiku.
Menurutku, untuk apa egois
mempertahankan orang yang ku cintai bersamaku sementara dia tak pernah bahagia?
Karena jika dia bahagia, tak akan ada pilihan lain yang membuatnya berpaling.
Lagipula bukankah jika cinta berarti akan bahagia seiring kebahagiaanya?
Walaupun perpisahan ini tak pernah kuharapkan.
Meski jauh di lubuk hatiku, aku masih
menyayanginya, perasaan ini belum hilang, harapan ini belum pudar. Penghianatannya
membuatku lemah dan hancur. Aku terpuruk, aku sangat kecewa, andai kau tau :’( tapi memilih mempercayai lagi dengan
penjelasan ‘tidak’ yang ia lontarkan adalah pilihan yang gila, dan pilihan itu
tidak bisa ku pilih dengan ikhlas. (itu yang ku rasakan pada awalnya),
yaa.. wajar saja, karena tak mudah menjadi kuat. Butuh waktu untuk kemudian
ikhlas dan baik-baik saja, terlebih ikut bahagia terhadap kebahagiaan orang
yang jelas-jelas membohongimu secara terang terangan.
Sebisa mungkin ku coba bangkit, menguatkan
diri, berusaha tegar. Tak ada yang
sia-sia dari perjalanan hidup. Termasuk apa yang ku alami sekarang, kisahnya
semoga jadi pelajaran untuk kedepannya lagi, dan semoga kisahku bisa
menginspirasi yang lain lagi. Aku percaya tak ada cobaan jika aku tak sanggup
menjalaninya. Cobaan menghampiri pertanda aku orang terpilih yang berhak
mendapat ujian untuk naik menjadi lebih baik lagi dan mengikhlaskan adalah hal
yang tengah ku coba saat ini.
Aku ikhlas dengan pilihanmu
bersamanya. Semua tentang janji-janji yang pernah kau lontarkan akan berusaha
ku lupakan, tidak sekarang mungkin secara perlahan sampai aku benar-benar
ikhlas dengan kepergianmu bersamanya. Jangan sakiti dia ya, seorang wanita itu
sangat peka perasaannya, mohon jangan biarkan dia merasakan apa yang ku rasakan
sekarang. Cukup aku. Tak perlu orang lain lagi.
Terima kasih, tenang saja aku
sedang berusaha pulih dan menerima semuanya. Aku sedang berproses untuk tidak
sakit hati dan terpuruk. Aku sedang menyusun hati agar siap bahagia dengan
kebahagiaan kalian. Sampai akhirnya aku benar-benar ikhlas dan bahagia. Terima kasih atas sepenggal cerita berwarna,
cerita yang sangat berharga dan akan jadi pelajaran sampai nanti. Aku pamit ya,
aku tak kuasa bertahan mempertahankanmu bersamaku karena ku tau kau bersamanya
walau kamu tak pernah mengakui semua itu.
Pergilah, bahagialah bersama dia
yang menjadi pilihanmu. Bahagiakan dia yang benar-benar menyayangimu,
pergilah... bahagialah, semoga kebahagiaan selalu menyertai kalian berdua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar