”apa aku bodoh, masih mengharapkannya?”
Berkali-kali pertanyaan itu dalam benakku. Tapi begitulah, aku masih saja
tidak bisa lepas dari harapanku. Dan mengapa aku masih terus menerus
mengharapkan dia? seseorang yang belum tentu masih mengingatku. Tapi bagaimana
mungkin aku tak memikirkan sosok itu, orang yang telah memberikan warna baru
dalam hidupku.
“aku menyukaimu Lin, sejak lama. Kamu tau itu?” ucap sandy.
Aku kaget, tak menyangka lelaki idaman ku itu menyukaiku. Aku diam.
Merasakan gemuruh dalam dadaku. Dan Sandy melanjutkan perkataannya.
“kamu gak pernah tau kan Lin, aku menyayangimu, aku selalu memperhatikanmu, 1
tahun ku pendam semuanya.
“Sandy? Aku gak menyangka kamu...”
Ya Tuhan, inilah waktu yang ku tunggu-tunggu. Dia menyatakan perasaannya,
menyukaiku? Aku pun demikian, sangat menyukainya.
Aku kembali diam. Pipiku memerah. Aku malu. Ya Tuhan apa yang harus ku
katakan? Aku memang menyukainya, mengagumi sosoknya. Tapi apa aku siap menjadi
pacarnya? Dia keren, dikagumi banyak orang. Sementara aku? Aku bukan
siapa-siapa! Apa aku siap? Aku tak pantas untuknya.
Ya Tuhan apa yang harus ku lakukan?
“Linda..” Sandy menggenggam tanganku. Dia menatapku lekat. Kemudian
melanjutkan perkataannya “apa kamu juga menyukaiku?” ucapnya lirih.
Gemuruh dadaku tak dapat ku pungkiri. Aku semakin bimbang.
Menerimanya? Aku takut mengecewakannya. Tapi ini harapanku sedari dulu. mana
mungkin aku membuang kesempatan agar harapanku menjadi kenyataan dengan
menolaknya. Tapi sekali lagi, aku tak boleh egois. Aku tak boleh. Aku tidak
cantik, aku pun tidak pintar. Sandy akan kecewa punya pacar seperti ku.
Sandy masih menatapku. Sorot mata itu.. ah, tak kuasa aku melihatnya.
Ku lepaskan tanganku dari genggaman Sandy. Dan memalingkan wajah dari
tatapannya.
“Maaf Sandy, aku gak bisa jadi pacar kamu” akhirnya kalimat itu
terucap walaupun terasa sangat berat.
“Tapi kenapa Lin? Beri aku alasan”
Aku gak sanggup mengatakannya. Mengatakan hal yang sebenarnya tidak
kurasakan. Tapi aku harus memberinya kepastian. Harus. “aa.. ak..u gak punya
rasa seperti yang kamu rasakan. Perasaanku padamu sama seperti perasaanku pada
yang lainya” ucapku berbohong.
Ya, aku berbohong. Membohongi Sandy juga membohongi hati kecilku. Tidak
menyukainya? Mana mungkin. mana mungkin aku tak menyukai orang yang selama ini
kuharapkan? Ku idolakan? Ku impikan? Tapi sekali lagi aku sadar. Aku tak
pantas. Sangat tak pantas, lebih tepatnya.
@@@
Ya, kalian boleh mengatakan aku ‘pengecut’. Pengecut yang selalu pesimis
terhadap dirinya sendiri. Tapi bukan tanpa alasan aku seperti ini. aku
mencintainya. Justru karena itu, aku takut cintaku bertambah besar jika aku
menerimanya yang hanya akan meninggalkanku.
Intinya, aku takut bersamanya jika nanti aku harus berpisah darinya. Aku
takut kehilangan orang yang sangat ku cintai. Walaupun dengan tidak menerimanya
pun aku tetap akan kehilangan dia, Sandy.
@@@
Bodoh! Aku tau yang kulakukan ini bodoh. Menolak orang yang ku cintai.
Pura-pura tak mencintai orang yang sebenarnya sangat ku cintai. Pura-pura tak
mengharapkan padahal sangat mengharapkan. Tapi rasanya aku tak mahir lama-lama
dalam kepura-puraan. Buktinya Tiap hari sosok itu tak luput dari pandanganku.
2 bulan sudah semenjak Sandy mengungkapkan perasaannya. Ada sedikit
penyesalan. Namun apa yang harus ku sesalkan? Begini adanya. Harus kujalani.
Kini, aku masih merindukannya. Aku masih menyayanginya. Bahkan aku masih
mengharapkannya. Walau aku sadar semua itu mungkin tak ada lagi di benaknya.
Biarlah aku sendiri menyusun kepingan rindu yang tersisa. Rinduku sendiri..
@@@
Hari ini, dia berjalan tepat disampingku. Aku tau dia mengetahui
keberadaanku. Entah apa yang membuat jantung ku tiba-tiba berdetak kencang
seperti ini? dia terus berjalan. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Tanpa
menoleh sekedar memberi senyuman. Tidaak, dia terus berjalan menuju kelasnya.
Kenapa kecewa ini hadir? Jawabannya singkat, karena aku masih belum
mampu melepas semua tentangnya. Aku berusaha melawan rasa kecewa itu, tapi
ternyata aku tak mampu. Aku masih ingat detik-detik dimana dia menyatakan
perasaannya kepadaku itu terjadi, dan itu cukup menyesakkan batinku. Melihat
kenyataan sekarang dia sudah tak pedulikan ku lagi.
Aku
hanya bisa mengeluarkan nafas sesak ini. aku berusaha memaknai perpisahan kisah
ini. mungkin Sandy sudah menemukan orang lain yang lebih tepat. Dia telah
menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Biarlah dia bahagia, tak perlu ku
campur tangan. Aku harus bangkit. Benar-benar bangkit dan lepas dari semua
jeratan menyesakkan ini, ya.. jeratan rindu yang menyesakkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar